Senin, 12 September 2016

    idul adha

    Minggu, 14 Agustus 2016

    SUSUNAN PENGURUS HMI SYAEKO 15/16

    KETUA UMUM : MOH. ZAINULLAH

    Ketua Bidang PPPA :
    NANANG ADI SUMARLAN
    Ketua Bidang PTKP : 
    M. ABDULLAH NAJIB
    Ketua Bidang KPP : 
    MOHAMMAD ABDUL ALIM
    Ketua Bidang PP : ARLINA MUNAFSILIANA

    SEKRETARIS UMUM : FUAD IBRAHIM

    Wkl. Sekretaris Umum Bidang PPPA : ALDIKA
    Wkl. Sekretaris Umum Bidang PTKP : TORIKUL HIDAYAH
    Wkl. Sekretaris Umum Bidang KPP : M. SYAHMAN FAHRIYANSAH
    Wkl. Sekretaris Umum Bidang PP : SITI ROFIAH

    BENDAHARA UMUM : M. ILHAM JAPA
    Wakil Bendahara Umum : NOVA MARDIANA

    DEPARTEMEN-DEPARTEMEN
    Departemen ketatausahaan : M. ABDUL MAJID
    Departemen data dan pustaka : AHMAD NAUFAL ANNAGARI
              DARUL IRHAM
    Departemen Pengelolaan Sumber Dana : M. YAHYA ZULHILMI
    Departemen Diklat Anggota : ANDI M GHALIB
              RIVAL EFENDI 
              M. YATIM
    Departemen Litbang : A. MUHTAR NURUSSALAM
              BIAS RIDHO 
    Departemen Perguruan Tinggi dan Kemahasiswaan : AHMAD FAUZI
              ALWI ALU
    Departemen kepemudaan : TAUFIK RAHMAN WAHID
              WAHYU FEBRI RAMADAN
              EBBI SUGIANTO
    Departemen Kewirausahaan : MAULANA AWALUDIN 
              MOHAMMAD MAKMUR
    Departemen Pengembangan Profesi : IMAM ARIANTO
                FIKRI HUSAINI MUZAKKI 
              RA. DINI SOPHIA NAFTALIN
    Departemen Kajian Perempuan : SITI FITRIANI
              JAYANTI NASUHA
    Departemen Pembangunan Sumber : AFIFATUR ROHMAH
       Daya Perempuan SITI ZAHROH

    HMI yang Kekinian

    Himpunan Mahasiswa Islam kini sudah mendekati umurnya yang ke-70 tahun. Memang sebuah waktu yang tak singkat. Usaha yang dilakukan oleh Lafran Pane saat itu semata-mata untuk merespon keadaan zaman. Menurutnya mahasiswa mampu berperan dan memberikan perubahan yang nyata. Terlebih ajaran Islam yang ia pahami memiliki kekuatan yang menggerakkan pengikutnya. Memperjuangkan kebenaran adalah jihad yang wajib dilakukan oleh setiap muslim. 
    Ibarat sapu lidi yang disusun oleh lidi-lidi yang banyak, hingga HMI lah menjadi pengikatnya untuk membuat perubahan dizamannya. Sapu lidi itu dari waktu kewaktu mulai lapuk. Disadari atau tidak HMI mengalami berbagai permasalahan baik dari internal maupun eksternal. Bila ditelisik, Agus Salim Sitompul telah secara komprehensif menyebutkan ada 44 indikator kemunduran HMI. Sehingga, besarnya HMI ternyata belum cukup kekuatan (power) untuk mengahdapi problematika masyarakat saat ini. Seolah menjadi pekerjaan rumah yang tak pernah usai, HMI sendiri belum mampu menyelesaikan masalahnya sendiri, namun terus bercita-cita menyelesaikan masalah umat dan bangsa.
    Banyaknya sumber daya insani yang dimiliki HMI seharusnya menjadi sebuah kekuatan besar. Dan kunci utama dari solidnya gerakan HMI mewujudkan cita-citanya adalah dari manajemennya. Tak ayalnya seperti shalat jama’ah yang bershof-shof rapi, gerakan HMI harus tersusun rapi agar memberikan dampak yang signifikan. Karena bagaimanapun Ber-HMI adalah berjihad dengan manajemen yang rapi, hingg digambarkan dalam Surah ash-shaf sebagai bangunan yang kokoh. 
    Tema besar dari tema tulisan ini adalah Manajemen yang konstekstual. Artinya di zaman ini perlu penyesuaian manajemen baik dari dimensi strategi maupun taktik yang dipakai. Keterbukaan informasi dan pola interaksi yang mulai berubah kini juga mempengaruhi sikap dan tindakan manusia. Tak terkecuali mahasiswa dan kader-kader HMI.
    Mengutip dari pernyataan Ridwan Kamil (wali kota bandung saat ini) tentang sebuah menejemen “masa kini” paling tidak ada tiga komponen yaitu: Inovasi, desentralisasi dan kolaborasi. Menurut penulis tiga hal tersebut sangat relevan dengan HMI.
    Dari sisi Inovasi, sudah selayaknya HMI dengan jargon insan penciptanya mampu memunculkan gagasan-gagasan baru dalam memaksimalkan perkaderan secara internal dan kontribusi sosialnya, meskipun keduanya saling berhubungan. Berkumpulnya mahasiswa dalam HMI sebagai epistemic community menjadi modal HMI untuk melahirkan para inovator sosial. Artinya bahwa pergumulan intelektual didalamnya harus mendorong untuk beraksi dengan cara yang paling efektif . apabila belum terwujud perlu kita pertanyakan sejauh mana pembacaan kader HMI saat ini terhadap fenomena sosial yang ada dan bagaimana pola pengkajian yang ada di dalamnya?
    Sedang desentralisasi merupakan langkah strategis yang perlu dikembangkan saat ini. Hal ini terkait dangan maksimalisasi peran tiap individu dalam organisasi. Di era keterbukaan ini seolah terhilangkanlah sekat-sekat dalam masyarakat. Demokrasi mulai mengakar adalah wujud kebutuhan sebuah partisipasi. Oleh karena itu, atmosfer yang ada saat ini harus disikapi oleh HMI dengan sebijak mungkin. Membagi porsi peran dalam organisasi harus lebih leluasa, dan pimpinan mau tidak mau hanya menjadi pengawal dan melepas sejauh-jauhnya absolut power. 
    Yang terakhir adalah sisi kolaborasi. Menurut penulis kolaborasi bisa dimaknai dari sisi internal maupun eksternal. Dari internal organisasi, HMI yang menjadi wadah berbagai mahasiswa dengan banyaknya latar belakang, maka harus mengkolaborasikan berbagai kemampuan yang ada untuk mencapai tujuan organisasi. Dari eksternal organisasi, HMI harus merangkul berbagai elemen diluar HMI baik sesama organisasi mahasiswa, ormas, dan lainnya. Selama masih mengikuti rambu-rambu dari organisasi, kolaborasi eksternal ini akan berjalan efektif dan sangat mendukung kinerja organisasi, namun sebaliknya bila disalahgunakan akan menjadi benalu bagi organisasi. 
    Dengan manajemen yang “kekinian” maka HMI akan tetap mampu berperan positif dalam setiap zaman. Semua tidak pasti, karena yang pasti adalah perubahan itu sendiri. Siapkah para kader HMI berubah lebih baik demi menghilangkan kerisauan tentang indikasi kemunduran HMI? Semangat kerja nyata! HMI besar dan kuat karena mau beraksi. Tulisan ini mungkin hanya bisa jadi sampah bila tidak ada lagkah kongkrit dan teratur dalam tubuh HMI. Innallaha yuhibbulladzina yuqotiluna fisabilihi shoffan kaannahum bunyanun marshush” (As-shaf: 4)

    Fuad Ibrahim
    (Sekretaris Umum HMI Komisariat Syariah-Ekonomi UIN Malang)

    Kamis, 11 Agustus 2016

    Saatnya Peduli Anak Tetangga dengan Bimbel Gratis


    “Ibu, Dila berangkat dulu ke bimbel HMI ya?” Ucap Ardila seorang siswa kelas enam SD Brawijaya Smart School yang tinggal di kelurahan Merjosari itu.
    “Iya, sama siapa nak?” Sahut Ibunya
    “Ini sama Aisyah, Illa dan Naila, Assalamu’alaikum” Jawab Ardila sambil mencium tangan ibunya
    “Wa’alaikumsalam”  balas Ibunya dengan senyuman.
    Petang itu (8/8) sekawanan anak berdatangan di sekretariat HMI Komisariat syariah-ekonomi UIN Malang yang bertempat di RT 05 kelurahan Merjosari di kota Malang. Mereka berjalan bersama sembari bercanda kecil. Dengan penuh semangat untuk pertama kali mereka mengikuti bimbingan belajar.
    Beberapa bulan setelah menempati rumah yang dikontrakkan itu, pengurus HMI Komisariat yang biasa disebut “Syaeko” (Syariah-Ekonomi) itu berinisiatif untuk mengadakan bimbingan belajar bagi anak-anak di sekitar sekretariat. Dengan tanpa menarik biaya sepeser pun, pada hari senin itu akhirnya kegiatan itu dimulai.
    HMI sebagai organisasi yang berkeinginan untuk turut serta membangun masyarakat adil makmur yang diridloi Allah, salah satu pilarnya adalah pengabdian. Upaya penyelenggaraan Bimbel tersebut  sesuai dengan sabda Nabi SAW bahwa keimanan salah satunya bisa diwujudkan dengan memuliakan tetangga. Dan pengurus merasa untuk memulai pengabdian dari hal kecil dan paling dekat. Karena, hakekatnya perubahan besar dimulai dari perubahan yang kecil namun konsisten.
    Kegiatan tersebut sebelumnya juga sudah mendapatkan dukungan dari beberapa tokoh masyarakat sekitar. Karena semua merasakan begitu pentingnya pendidikan. Konsep diusung oleh pengurus HMI Komisariat Sayaeko UIN Malang ini diawali dengan membantu mengerjakan PR masins-masing anak, namun untuk selanjutnya bisa diselipkan tentang nilai-nilai keislaman, nasionalisme dan berbagai asupan positif lain.
    Dengan kegiatan tersebut, bertambahnya kader HMI dapat diimbangi dengan wahana mengabdi yang juga bertambah, akhirnya langkah HMI tidak terbatas pada ranah diskusi namun sudah memulai menawarkan solusi dari hal sekecil apapun. Semangat kreatif dan inovatif untuk berperan bagi masyarakat inilah yang seharusnya ditumbuh suburkan di HMI untuk menjawab segala tantangan yang ada.
    Sekarang saatnya membuktikan apakah Kader HMI hanya mampu bertengger dengan argumentasi-argumentasinya ataukah sudah benar-benar mampu berperan memberi solusi untuk masarakat meskipun hanya dalam lingkup RT-nya.
    Fuad Ibrahim
    (Sekretaris Umum HMI Komisariat Syariah-Ekonomi UIN Malang 2015-2016)

    Rabu, 10 Agustus 2016

    Menumbuhkan Semangat Berorganisasi Mahasiswa

    Mahasiswa merupakan sebuah wujud nyata peradaban suatu bangsa, dimana didalamnya terdapat aneka ragam konstruk keilmuan dan budaya yang terbangun. Dalam perjalanannya, mahasiswa sudah banyak memberikan kontribusi nyata terhadap pembangunan bangsa ini apalagi pasca reformasi. Sebuah fase panjang telah dilalui mahasiswa mulai dari fase persiapan, fase perjuangan, fase mengisi kemerdekaan dan fase reformasi.
    Sekarang merupakan fase reformasi dimana mahasiwa tentu berbeda perjuangannya dalam mengisi kemerdekaan. Era 1998 adalah era mahasiswa berjuang untuk menciptakan sebuah tatanan negera baru “Reformasi” dan pada saat itu pula mahasiswa semangat berorganisasi guna untuk mewujudkan cita bangsa yang Demokratis dan humanis.
    Lantas bagaimana dg mahasiswa saat ini, apakah mahasiswa masih semangat ikut organisasi? Disadari atau tidak organisasi mahasiswa saat ini mengalami penurunan kwalitas maupun kwantitas. Wajah organisasi saat ini terlihat kusut dan menyeramkan. Hal ini mungkin dipengaruhi suatu kondisi dunia yang mengalami pergeseran nilai. Seperti yang dikatan Yasraf Amir Piliang dalam bukunya Wajah dunia yang menakutkan “wajah dunia yang menyeramkan yang akhir-akhir ini tampil diatas tubuh bangsa ini, menjelang tibanya milenium ketiga. Inilah wajah-wajah krisis ekonomi, kekacauan politik, kerusahan sosial, kehancuran budaya dan kerusakan lingkungan yang sangat menakutkan. Inilah wajah-wajah bangsa yang menghadapi milenium ketiga dengan wajah yang tak punya harapan, dengan muka yang penuh kemuraman, dengan hati yang penuh kekacauan dan dengan jiwa yang penuh ketakutan.
    Sekarang dunia kampus seakan-akan mencekam bagi penghuninya. Mahasiswa yang hidup di dalamnya dicekoki dengan berbagai tuntutan akademik. Kampus ibarat penjara kelas satu dan organisasi ibarat lorong gelap yang di dalamnya terdapat paham-paham radikalisme, sehingga karena kesibukan itu dan pemahaman yang minim terhadap organisasi mereka enggan untuk ikut terlibat berproses di organisasi mahasiswa.
    Sudah bisa dipastikan sebagian besar mahasiswa tidak lagi tertarik ikut organisasi karena di anggap mengganggu kegiatan akademik. Tetapi anehnya mereka justru tertarik dengan tempat-tempat hiburan seperti pusat belanja, tempat karaoke dll. Sebuah model mahasiwa dengan tingkat konsumtif dan hedon yang tinggi. Arus informasi yang begitu cepat membuat mahasiswa bersikap individualistik dan cendrung apatis. Di sini mahasiswa disuguhkan dengan kondisi zaman yang mereka belum siap menghadapinya.
    Melihat kondisi yang ada tentunya menjadi pekerjaan rumah bagi mahasiswa yang aktif di organisasi. Bagaimana caranya organisasi menjadi sesuatu yang menarik di kalangan mahasiswa sehingga mereka merasa butuh dengan organisasi. Selama ini organisasi selalu menawarkan solusi ditengah carut marut keadaan bangsa ini, dan kini saatnya organisasi berbenah dan memodernisasi biar mempunyai tampilan yang elegan tidak konservatif. Internalisasi pemahaman nilai-nilai ideologis organisasi harus terjawantahkan dalam dunia kampus karena akan membangkitkan kembali semangat mahasiswa untuk berorganisasi, tidak hanya wacana yang diperbincangkan di warung kopi.
    Kegiatan-kegiatan harus didesain semenarik mungkin dan diharapkan mampu menyentuh kebutuhan mahasiswa yang paling subtansial, peningkatan kwalitas individu bagi seorang kader merupakan sebuah kemustian yang tidak boleh d tawar. Artinya seorang kader harus mempunyai kemampuan lebih ketimbang mahasiswa non organisasi. misalnya, kemampuan komunikasi, kemampuan leadership dan kemampuan akademik, sehingga menjadi sentrum bagi mahasiswa lain.
    Disamping itu sebuah organisasi untuk menjadi daya tarik bagi mahasiswa harus menciptakan sebuah terobosan baru, nilai edukasi harus benar-benar tertanam sebagai pembentukan character building. Buatlah wajah organisasi yang ramah, humanis, dan inklusif. Jangan sampai terkesan menyeramkan dan menakutkan apalagi organisasi tersebut seolah-olah mengkotak-kotakkan golongan dan paham ideologi tertentu.
    Zona mahasiswa adalah zona berkembangnya ilmu pengetahuan, keberagaman budaya, dari sini dunia pendidikan tercipta sebuah tatanan baru dengan khazanah keilmuan. Organisasi dalam dunia mahasiswa sangat dibutuhkan guna menunjang nilai edukasi yang ada, cuma mereka enggan ikut karena selama ini mereka tidak mempunyai pemahaman yang komperhensif tentang organisasi apalagi di tengah arus informasi yang memandang miring terhadap sebagian organisasi.
    Oleh karena itu memberikan pemahaman kepada mahasiswa akan pentingnya ikut organisasi merupakan hal yang urgen dilakukan. Berorganisasi bukan berarti mengesampingkan atau lupa tanggung jawab sebagai mahasiswa, berorganisasi mendapatkan apa yang tidak didapatkan di bangku kuliah. Ayo berorganisasi kita sambut masa depan yang gemilang (*)


    Oleh : Miftahul Arifin
    Ketua Bidang Perguruan Tinggi, Kemahasiswaan dan Kepemudaan (Kabid PTKP)
    HMI Cabang Malang

    Rabu, 25 Mei 2016

    PESTA DEMOKRASI

    Baru-baru ini Organisasi Mahasiswa Intra Kampus (OMIK) republik mahasiswa (RM) UIN Malang menggelar pesta demokrasi, dilanjutkan dengan  dilantiknya seluruh anggota kabinet mahasiswa. Penyelenggraan pemilihan umum mahasiswa (PEMIRA) rupanya tak mendapat tanggapan baik oleh beberapa mahasiswa. Pasalnya disaat hari H berlangsung, banyak diantara mahasiswa yang tak menggunakan hak pilihnya. Laksana anak tak tahu bapaknya, gerangan siapa yang menjadikanya?
    Warga UIN sudah dapat dipastikan sepakat dengan adanya PEMIRA sebagai pesta demokrasi mahasiswa kampus UIN Malang dan merupakan hak demokrasi mahasiswa dalam berpolitik. Tetapi yang menjadi kegelisahan dan phobia tahunan adalah masih maraknya mahasiswa yang tak menggunakan hak pilihnya. Yang perlu digaris bawahi adalah mindset mereka yang tak sadar atau pola demokrasi bobrok?”
    Secara teori Peran mahasiswa sebagai rakyat adalah penentu siapa yang pantas memegang peran kekuasaan dalam pemerintahan, sedangkan birokrasi adalah penyelenggara dalam pemungutan aspirasi rakyat secara  langsung bebas rahasia (LUBER) jujur dan adil (JURDIL). Tetapi mindset ketidakpercayaan masyarakat UIN Malang akan PEMIRA telah mewabah. Hal ini dikerenakan setiap tahun dari seluruh calon yang ada dapat dipastikan siapakah kemuadian yang akan terpilih. Bahkan lebih dari itu dari ribuan mahasiswa yang ada, sudah dapat dipastikan siapa yang akan menjadi kandidat.
    Bukan hanya mahasiswa, birokrasi RM bak rumah sakit yang megah bangunannya, tetapi isinya ‘bobrok’. Peran birokrasi mahasiswa sebagai penguasa kelembagaan telah memonopoli aspirasi rakyat yang tak berjalan sesuai fungsinya. Pasalnya kegiatan yang menunjang pendidikan tinggi utamanya demokrasi masih minim dirasakan warganya. hal ini konsisten terjadi setiap tahunnya, misalnya saja sosialisasi pemira yang tak semua telinga mahasiswa mampu mendengar akan terselenggaranya hajatan ini. tak cukup itu kegiatan yang wajib diselengarakan hanyalah sebagai seremonial tahunan tak ubahnya tujuh belas agustusan.
    Tak salah dan sudah hukum alam jika saja suatu partai akan selalu mencari pengaruh guna mengembangkan pengkaderan partai nya. Hal ini sangatlah menghambat proses pemilu yang JURDIL. Tak hanya mahasiswa dan birokrasi yang menjadi bahan perbincangan, tetapi juga campur tangan OMEK terhadap RM yang menyebabkan demokrasi berjalan tidak kurang sehat.
    Campur tangan OMEK yang terlalu banyak kedalam internal RM sendiri mengakibatkan RM kehilangan independensinya secara organisasitoris. Hal ini berujung pada mundurnya budaya demokrasi dikalangan warga UIN malang. Keikutsertaan OMEK dalam RM juga menjadi suatu kesulitan mahasiswa dalam membedakan kegiatan OMEK dan OMIK.
    Teory plato mengenai kenegaraan rupanya diadopsi RM UIN Malang untuk melanggengkan kekuasaan. Plato menyebutkan pasca timbulnya demokrasi yang overload akan menjadikan suatu negara yang tirani. Tetapi teory ini  ini jutru diadopsi dalam praktik politik perguruan tinggi UIN malang.
    Kiranya negara semi tirani sudah berjalan dikalangan UIN malang. Eksploitasi kekuasaan dan praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) secara tidak langsung telah mewabah dikalangan OMIK, dan tragisnya sekali setiap kali PEMIRA telah dapat dipastikan kubu mana yang akan menguasai. Waalahu a’lam.

    Zaky Safrizal
    (Kader HMI Komisariat Syariah-Ekonomi UIN Malang)