Jika kita
menuliskan tiga kata kunci yaitu ‘organisasi mahasiswa terbesar’ dalam mesin
pencarian google, maka yang muncul pertama adalah HMI (Himpunan
Mahasiswa Islam). Hal ini menunjukan bahwa organisasi yang didirikan dua tahun
setelah Republik ini merdeka (05/02/1947) begitu menyita perhatian banyak orang
sebagai organisasi yang tumbuh bersama pasang surutnya pergolakan bangsa, moment
bersejarah itulah yang kemudian terekam jelas oleh surat kabar Harian
Kedaulatan Rakyat Yogyakarta 5 Februari 1947. Kelahiran HMI mempunyai makna
tersendiri sebagai peristiwa bersejarah Bangsa karena pada saat itu muncul
kesadaran kaum intelektual yang sadar akan spirit keislaman sebagai sumber tata
nilai kehidupan. Kondisi bangsa yang baru lahir yang rentan terjadinya
penjajahan kembali serta umat islam yang masih belum menyadari nilai
keislmaannya melatar belakangi Lafran Pane dkk. untuk memproklamirkan berdirinya
HMI sebagai organisasi perjuangan dan perkaderan, disela-sela perkuliahan
Tafsir di Sekolah Tinggi Islam (STI) yang saat ini menjadi Universitas Islam
Indonesisa (UII).
Riwayat berdirinya HMI yang digagas oleh mahasiswa murni tanpa
campur tangan pihak manapun menjadikan HMI sebagai organisasi paling independen
yang tidak mempunyai hubungan khusus dengan organisasi manapun, hal ini sampai
akhirnya keberadaan HMI diakui secara khusus oleh dunia Islam pada melalui
Kongres Muslimin Indonesia pada tanggal 20-25 desember 1949 sebagai Organisasi
Mahasiswa Islam yang bercabang di tiap-tiap Sekolah Tinggi. Kekuatan HMI
terletak pada independesi yang menyebabkan HMI mampu bertahan oleh berbagai
macam rong-rongan mulai dari ancaman PKI (Partai Komunis Indonesia) melalui underbouwnya
yaitu CGMI (Consentrasi Gabungan Mahasiswa Indoensia) yang notabene merupakan
rival HMI, sampai politik belah bambu (divide et empera) oleh Rezim Orde
Baru yang memanfaatkan asas tunggal pancasila.
Kebebesan bersikap
disertai kuatnya ajaran independensi mengantarkan organsasi mahasiswa terbesar
dan tertua ini menyemai kader-kader terbaik dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. di era 1950-1960-an internal islam sendiri terdapat empat partai
politik islam (Masyumi, NU, PSII, Perti) yang masing-masing mempunyai
kepentingan berbeda, hal ini tidak menyebabkan HMI terombang-ambing dalam arus
kepentingan, justru HMI dengan lantang menyuarakan slogan ‘persatuan umat’
Independensi yang dijadikan pandu roda organisasi, menjadikan keputusan HMI
tetap steril dan tidak juga tersandera oleh pihak manapun. Eksistensi sebagai
kader umat dan bangsa yang kemudian terkristal dalam konstitusi HMI mempunyai
peran fungsi sebagai organisasi perkaderan dan perjuangan. Sehingga tak heran pada
sambutan Dies Natalies ke-1 HMI di Yogjakarta Panglima Besar Jenderal Soedirman
menahbiskan HMI sebagai Harapan Masyarakat Indonesia.
Sebagai oganisasi perkaderan keberadaan HMI tidak mengedepankan
pada kwantitas anggota, layaknya ‘organisasi masa’ dimana ‘rohnya’ hanya terletak
pada jumlah anggota yang mendaftar, namun eksistensi HMI terokus pada
peningkatan kualitas kader guna benar-benar mempersiapkan agen of change dan
agen of control sesungguhnya, hal ini kemudian dapat dilacak melalui
aktivitas mahasiswa di era 1965-an dimana HMI meletakan pondasai pertama iklim
intelektual perguruan tinngi, selain training-training formalnya HMI mewarnai
kehidupan kampus dengan kelompok diskusi-diskusi terbatas (limited group)
yang pada waktu itu mengakar di seluruh perguruang tinggi, cendikia-cendikia
kenamaan bermunculan dari metode ini dinataranya adalah Ahmad Wahib,
Kuntowijoyo, Dawam Rahardjo, Nur Cholis Majid, dll.
Selain itu anggota HMI yang tidak merepresentasikan dan tidak
didominasi kelompok-kelompok tertentu. seerti NU, Muhammadiyah, Persis dan
kelompok islam lainnya. hal ini sangat berbeda dengan organisasi mahasiswa yang
berdasar atas faham keislamaan tertentu, seperti NU dan Muhammadiyah. Oleh
karenanya aktivitas organisasi tidak terjebak terhadap faham keislamaan
tertentu. mahasiswa-mahasiswa yang berhimpun di HMI tidak lain hanya
berdasarkan satu hal yaitu ‘islam’, islam yang inklusif dan islam yang tidak
membeda-bedakan golongan maupun faham. HMI bukan NU, HMI bukan Muhammadiyah,
HMI bukan fundamental, HMI bukan liberal namun HMI adalah Islam, HMI hadir
untuk umat islam dan bangsa.
Muhammad Zainullah
Ketua Umum HMI Komisariat Syariah-Ekonomi
UIN Malang