Baru-baru ini Organisasi Mahasiswa Intra Kampus (OMIK) republik
mahasiswa (RM) UIN Malang menggelar pesta demokrasi, dilanjutkan dengan dilantiknya seluruh anggota kabinet
mahasiswa. Penyelenggraan pemilihan umum mahasiswa (PEMIRA) rupanya tak
mendapat tanggapan baik oleh beberapa mahasiswa. Pasalnya disaat hari H
berlangsung, banyak diantara mahasiswa yang tak menggunakan hak pilihnya.
Laksana anak tak tahu bapaknya, gerangan siapa yang menjadikanya?
Warga UIN sudah dapat dipastikan sepakat dengan adanya PEMIRA
sebagai pesta demokrasi mahasiswa kampus UIN Malang dan merupakan hak demokrasi
mahasiswa dalam berpolitik. Tetapi yang menjadi kegelisahan dan phobia tahunan
adalah masih maraknya mahasiswa yang tak menggunakan hak pilihnya. Yang perlu
digaris bawahi adalah mindset mereka yang tak sadar atau pola demokrasi bobrok?”
Secara teori Peran mahasiswa sebagai rakyat adalah penentu siapa
yang pantas memegang peran kekuasaan dalam pemerintahan, sedangkan birokrasi adalah
penyelenggara dalam pemungutan aspirasi rakyat secara langsung bebas rahasia (LUBER) jujur dan adil
(JURDIL). Tetapi mindset ketidakpercayaan masyarakat UIN Malang akan PEMIRA
telah mewabah. Hal ini dikerenakan setiap tahun dari seluruh calon yang ada
dapat dipastikan siapakah kemuadian yang akan terpilih. Bahkan lebih dari itu
dari ribuan mahasiswa yang ada, sudah dapat dipastikan siapa yang akan menjadi
kandidat.
Bukan hanya mahasiswa, birokrasi RM bak rumah sakit yang megah
bangunannya, tetapi isinya ‘bobrok’. Peran birokrasi mahasiswa sebagai penguasa
kelembagaan telah memonopoli aspirasi rakyat yang tak berjalan sesuai fungsinya.
Pasalnya kegiatan yang menunjang pendidikan tinggi utamanya demokrasi masih
minim dirasakan warganya. hal ini konsisten terjadi setiap tahunnya, misalnya
saja sosialisasi pemira yang tak semua telinga mahasiswa mampu mendengar akan terselenggaranya
hajatan ini. tak cukup itu kegiatan yang wajib diselengarakan hanyalah sebagai
seremonial tahunan tak ubahnya tujuh belas agustusan.
Tak salah dan sudah hukum alam jika saja suatu partai akan selalu
mencari pengaruh guna mengembangkan pengkaderan partai nya. Hal ini sangatlah
menghambat proses pemilu yang JURDIL. Tak hanya mahasiswa dan birokrasi yang
menjadi bahan perbincangan, tetapi juga campur tangan OMEK terhadap RM yang
menyebabkan demokrasi berjalan tidak kurang sehat.
Campur tangan OMEK yang terlalu banyak kedalam internal RM sendiri
mengakibatkan RM kehilangan independensinya secara organisasitoris. Hal ini
berujung pada mundurnya budaya demokrasi dikalangan warga UIN malang.
Keikutsertaan OMEK dalam RM juga menjadi suatu kesulitan mahasiswa dalam
membedakan kegiatan OMEK dan OMIK.
Teory plato mengenai kenegaraan rupanya diadopsi RM UIN Malang untuk
melanggengkan kekuasaan. Plato menyebutkan pasca timbulnya demokrasi yang overload
akan menjadikan suatu negara yang tirani. Tetapi teory ini ini jutru diadopsi dalam praktik politik perguruan
tinggi UIN malang.
Kiranya negara semi tirani sudah berjalan dikalangan UIN malang.
Eksploitasi kekuasaan dan praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) secara
tidak langsung telah mewabah dikalangan OMIK, dan tragisnya sekali setiap kali PEMIRA
telah dapat dipastikan kubu mana yang akan menguasai. Waalahu a’lam.
Zaky Safrizal
(Kader HMI Komisariat Syariah-Ekonomi UIN Malang)