Senin, 31 Januari 2011

“The Religion Is Not For Sale”

oleh In'am El Mushoffa

Dalam sebuah perbincangan di facebook, seorang sahabat kurang setuju ketika saya menggunakan istilah ‘Pelacuran Agama’ (meminjam istilah Jeffery Lang--penulis Buku Struggling to Surrender). Istilah tersebut memang pada awalnya terdengar kasar dan sulit dipahami.

Untuk memahaminya, kita mulai dengan istilah ‘Penjualan Agama’ terlebih dahulu. Tergantung konteksnya, Istilah tersebut bisa bermakna dua. Pertama, dalam arti riil, yaitu penjualan agama dengan harga beli menggunakan materi (uang dan barang berharga lainnya) seperti yang terjadi di Abu Dhabi. Konon, ketika disana, anda ‘hanya‘ membutuhkan beberapa dollar jika ingin memurtadkan seseorang. Informasi ini sampai ke telinga penulis dari mulut kedua, yakni teman saya yang mendapat kabar dari mantan bosnya yang kebetulan bekerja disana. Entah apa motifnya, yang jelas, dimana-mana upaya murtadisasi memang kerap terjadi, tidak terkecuali di negara kita.


Untuk sampai pada kebenaran ilmiah, penulis belum menjumpai hasil penelitian terhadap Abu Dhabi sebagai justifikasi. Andai ada yang berhasil mengungkapnya, mungkin akan menjadi topik panas di berbagai belahan dunia mengingat isu agama sampai saat ini masih merupakan isu paling sensitif di mana-mana. Apalagi di Timur Tengah.

Kedua, adalah makna ‘Penjualan Agama’ secara analogi. Maksudnya, seseorang bisa saja mengandalkan pengetahuan agama, spiritual, maupun segala ilmu yang berkaitan dengannya, demi mencari keuntungan duniawi belaka atau tanpa niat yang ikhlas dalam kaitannya dengan ‘amar ma’ruf nahi munkar’. Diakui atau tidak, hal ini sudah kerap dilakukan oleh segelintir orang sehingga sekarang tidak menjadi rahasia umum lagi. Seorang da’i kondang, yang memberlakukan tarif tertentu bagi masyarakat yang ingin mem-bokingnya, adalah salah satu ‘indikator’nya. Inilah yang selanjutnya bergeser menjadi istilah yang lebih keras, Pelacuran Agama.

Bagaimanapun juga, agama lebih berharga dari tubuh seorang wanita yang keduanya tidak pantas dibeli walau dengan segudang materi. Jika ada yang menjualnya, itulah pelacuran. Oleh karena itu, istilah pelacuran dalam ekploitasi tubuh wanita tersebut dianalogikan dengan pelacuran dalam bidang agama. Lalu kenapa seseorang yang menulis status fecebooknya dengan Ayat-ayat Tuhan ataupun Pesan-pesan Nabi juga dinamakan Pelacuran Agama? Tenang! Tidak sesempit itu maknanya. Mereka disebut demikian hanya jika ia bermaksud untuk mencari pujian, pengakuan alim, dan lain sebagainya, meskipun status tersebut berimplikasi positif terhadap orang lain. Tetapi, jika mereka bermaksud baik—amar ma’ruf nahi munkar dan ikhlas lillahi ta’ala—maka tentu, Tuhan akan menggarjarnya.

“Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.” (QS. Al Insaan:9)

Ihklas memang sulit. Yang pasti, ketika kita yakin ikhlas melakukan kebaikan, no problem!. Justru jika kita berbuat baik, tapi khawatir dianggap pamer (riya’), itu malah lebih buruk. So, lakukan apa yang harus kita lakukan dan bawalah nama Tuhan sebagaimana mestinya ‘Cauze The Religion Is’nt For Sale!

HMI Syariah Ekonomi UIN Malang

About HMI Syariah Ekonomi UIN Malang

Himpunan Mahasiswa Islam adalah organisasi mahasiswa yang telah berdiri sejak 1947. Semangat perkaderan di HMI itulah yang membuat HMI terus eksis hingga sekarang. Dan komisariat adalah basis perkaderan HMI dari akar rumput untuk mewujudkan para insancita sesuai dengan mission yang diemban HMI.

Ketik E-mail untuk berlangganan kiriman HMI Syaeko :