Selasa, 22 Maret 2016

Apalah Saya Ini




Siapa Saja Bisa Menjadi Apasaja (Anis Baswedan). Bangsa Indonesia memiliki sejarah pelik sebagai negara jajahan Kolonialisme. Kurang lebih sekitar tiga abad lamanya sebagian besar manusia di negeri ini terisolir pemikirannya akan kebebasan. Politik kekuasaan kolonialisme yang menggunakan sistem pembodohan terbukti sangat efektif. Bahkan hingga anak cucu keturunannya bangsa ini sampai sekarang masih terasa keterpurukannya, hal ini dapat dibuktikan dengan betapa banyaknya jiwa-jiwa bangsa ini yang merasa pesimis akan kemampuannya. Merasa tidak mampu, takut mengambil resiko, hanya ingin melakukan hal-hal yang sudah jelas keuntungan materilnya.
Bakat pemberian Allah jangan hanya kau sembunyikan, persembahkan seluruhnya kepada Nusa, Bangsa dan Negara (Albertus Soegijapranata). Setiap insan memiliki talenta yang tersembunyi dalam dirinya, terutama para pemuda. Namun banyak anak muda yang kurang bisa mengoptimalkan bakatnya. Salah satu faktornya adalah psikologi pesimis. Mungkin juga karena hal ini sudah menjadi psikologi turunan. pemuda yang hidup dalam lingkungan keluarga hedonisme dan serba Instan. Atau memang sifat psikologi ini sudah diturunkan sejak bangsa ini diperbudak dan diperbodoh bangsa lain (masa penjajahan).
Semenjak memasuki abad ke 21 ini, mulai banyak kreatifitas-kreatifitas yang muncul dari anak bangsa. Mental pesimis itu kini mulai terkikis. Jiwa-jiwa yang dulunya terpuruk kini mulai bangkit dan menunjukkan taring kreafitasnya. Namun permasalahannya saat ini adalah tidak tersedianya wadah yang menampung kreatifitas tersebut secara optimal. Contohnya dalam sudut pandang UMKM, banyak UMKM yang dapat menghasilkan berbagai kreatifitas produksi yang terabaikan oleh pemerintah. Pemerintah kurang memfasilitasi dan mengapresiasi hal ini. Masih banyak potensi yang belum teroptimalkan karena kurangnya dukungan, baik dukungan materiil, teknologi, maupun tenaga profesional. 
Tidak terapresiasinya kreatifitas-kreatifitas masyarakt tersebut dipengaruhi oleh kebijakan politik. Kebijakan politik diambil oleh orang-orang yang berkepentingan secara individu maupun kelompok. Egoisme kebijakan tersebut dilatar belakangi oleh pendidikan karakter yang kurang tepat. Pendidikan karakter yang luhur haruslah ditanamkan sejak dini. Namaun metode pembelajaran di negeri ini dirasa sudah tidak relevan lagi. Perlu adanya perubahan yang signifikan, metode pembelajaran yang dulunya begitu kognitif harus bertransformasi ke metode pembelajaran yang aplikatif. Metode pembelajaran kognitif yang hanya terfokus pada teks pelajaran sudah tidak relevan.
Metode Pembelajaran Kognitif
Beberapa tahun terakhir sistem pendidikan kita dibingungkan dengan penentuan standart kompetensi yang akan diterapkan. Hal teknis semacam ini sudah amat sering kita ubah, sehingga perihal kualitas acapkali terabaikan. Seyogyanya kita harus lebih terfokus terhadap potensi-potensi anak didik daripada meliberalisme pendidikan seperti ini. Karena potensi-potensi tersebut memerlukan sebuah perangsang agar ia dapat keluar. Pengaruh lingkungan dan pendidikan menjadi faktor utama tumbuh kembangnya talenta terpendam tersebut.
Di negeri Belanda sebuah Universitas seterkenal Erasmus begitu mudah menerima mahasiswa. Mengapa demikian? Karena semua warag negara memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan. Kemudian bagaimana bisa menghasilakan kualitas lulusan yang baik jika dalam seleksi masuknya asal-asalan? Hal itu sangat gampang, kita perketat seleksi di semester ke dua, akan tampak mana mahasiswa yang benar benar memiliki potensi dan niat untuk berkembang dengan yang hanya sekedar asal kuliah. Oleh sebab itu banyak mahasiswa yang Drop Out pada semester ke dua, di sinilah kita baru berbicara kualitas.
Metode pembelajaran di negri ini terlalu kognitif, para guru akan merasa bangga dengan murid yang memiliki nilai bagus, yang tak tau bagaimana mereka berusaha untuk menggapainya. Dan celakanya, para guru mengabaikan siswa-siwa yang aktif namun tak menguasai semua objek materi dalam kelas. Metode tersebut hanya mencetak lulusan bebek, yang tak tau bagaimana berkorelasi dan memabur dengan lingkungan sekitar. Karena mereka hanya dinilai berdasarkan angka yang tertera dalam sebuah kertas.
Belajar bukan hanya dari guru, melainkan dari segara resources. Diperlukan guru yang bukan hanya seorang pengajar, namun juga seorang pendidik. Guru tak bisa lagi hanya memberikan semua isi buku untuk dihafalakan, tetapi guru dituntut untuk memberikan bagaimana hidup tanpa guru, life long learning. Oleh sebab itu, sekolah sekarang harus memberikan lebih banyak pilihan daripada paksaan. Percuma memberi banyak pengetahuan kalau tidak bisa dikunyah. Kualitas guru harus dirubah, fasilitas harus disesuaikan kebutuhan dan tak berhenti untuk berinovasi dalam mendidik (Renald Kasali, Sekolah Untuk Apa?, Koran Sindo, 7 juli 2011).     
Belajar kepada Leonardo Wilhelm Dicaprio
Aktor Hollywood yang kini berumur 41 tahun ini, kini mnejadi perbincangan diberbagai media masa, setelah kesuksesannya sebagai aktor terbaik dalam Academy Awards dengan film yang dibintanginnya The Revenant, 2016. Dalam film-film yang dibintanginya, Leo dikenal sebagai aktor yang gemar menjalani peran-peran yang tak biasa, dalam film The Revenant leo berakting memakan jeroan bison dan berlindung di balik tumpukan bangkai kuda di tengah dinginnya badai salju pegunungan. Leo tertarik memerankan Leo selalu melalu melakukan perannya secar totalitas.
Apa yang sudah diraih oleh leo merupakan hasil kerja keras dan komitmennya dalam dunia perfileman. Seyogyanya seperti itulah kita dalam menjalani proses kehidupan ini. Tak perlu risau siapa kita, darimana asal kita, bagaimana latar belakang keluarga kita. Karena itu semua tidak berpengaruh terhadap apa yang bisa dicapai di masa depan. Karena hasil tak pernah menghianati usaha.            
Siapa saja bisa menjadi apa saja. Paradoks tersebut menjadi penggugah semangat yang membuat degap jantung semakin menggebu untuk melakukan perubahan, terutama dalam diri sendiri. Mari melupakan kepahitan masa lalu, masa lalu negatif yang bisa membunuh optimistis. Mari lupakan apa latar belakang kita, dari keluarga mana kita berasal. Apapun yang menjadi tembok penghalang kemajuan kita mari hancurkan, bukaklah masa depan dengan tangan anda sendiri, jika bukan anda yang melakukan perubahan, lalu siapa lagi?
 Steve Jobs
Apa saja yang tak membuatku mati terbunuh, akan membuatku lebih tangguh (Steve Jobs). Banyak orang menjalani keterpurukan dan tidak mau belajar sehingga mereka tidak berkembang. Mereka berhenti saat mendapatkan pelajarannya sehingga kepahitan itu menjadi sia-sia. Kebanyakan orang enggan untuk keluar dari kursi nyamannya. Lebih memilih menjadi passenger (penumpang). Hal-hal yang dikerjakanya sudah tertera dalam kertas. Apa yang dilakukannya juga sudah ditentukan oleh normatifisme struktural baik dalam dunia kerja, pendidikan, maupun jabatan lainnya.
Pendiri Apple tersebut dikenal dengan kecerdasan dan kreatifitasnya yang berani menembus kebiasaan-kebiasaan formalitisme. Steve Jobs benar-benar memanfaatkan kecerdasan dan kecakapannya dalam berinofasi. Ia tidak mau diatur oleh aturan-aturan normatif yang malah akan membelenggu kratifitasnya. Dengan kegigihan yang kuat itulah kini namanya tak terhapuskan dari sejarah. Kunci dari semua itu adalah “Seberapa kuat keinginan anda dan seberapa besar usaha anda”.
Semua jenis kegagalan di masa lalu adalah pembelajaran. Waktu yang telah lalu tak mungkin dapat anda nikmati lagi dan masa depan adalah misteri. Hal paling realistis adalah memanfaatkan waktu saat ini dengan sebaik-baiknya. Berusaha dengan seluruh tenaga, pantang berputus asa. Masa depan bukanlah akhir tujuan, masa depan hanyalah identitas untuk menggambarkan waktu yang belum terjadi. Apa yang akan anda capai di masa depan adalah seberapa besar usaha anda. Yang perlu dilakukan hanyalah berusaha dan terus berusaha karena “siapa saja bisa menjadi apa saja”.


Muhtar Salam.
(Bidang Penelitian, Pembinaan dan Pengembangan Anggota 
HMI Komisariat Syariah-Ekonomi UIN Malang periode 2015-2016)


HMI Syariah Ekonomi UIN Malang

About HMI Syariah Ekonomi UIN Malang

Himpunan Mahasiswa Islam adalah organisasi mahasiswa yang telah berdiri sejak 1947. Semangat perkaderan di HMI itulah yang membuat HMI terus eksis hingga sekarang. Dan komisariat adalah basis perkaderan HMI dari akar rumput untuk mewujudkan para insancita sesuai dengan mission yang diemban HMI.

Ketik E-mail untuk berlangganan kiriman HMI Syaeko :